Contact us

zauw




ZAUW

Wo sha ni sien cai


Zauw!

Embun basah menirai pagi dengan hawa dingin. meskipun tanpa angin , berkuntum kuntum bunga kamboja tampak jatuh dari dahannya, kemudian mereka terjerembab di atas tanah merah pemakaman umum Saradan

Sementara aku berdiri duka di samping pusaramu Zauw!

Dan aku masih melihat bekas bekas bunga kering yang bertabur di atas pemabaringan terakhirmu. Maka berlahan lahan aku tambah koleksi bunga yang berserakan itu dengan serangkaian bunga yang kemarin aku rangkai sendiri. Mungkin ini persemabahan terakhir dari sahabatmu Zauw. Sahabatmu yang dahulu tak pernah bisa terus menemanimu di gerbang lantamal V Surabaya, yang membiarkanmu sendirian ketika mendaftarkan diri sebagai CABA Angkatan Laut. Bukan maksudku untuk menghianatimu , atau mengingkari janji yang pernah kita ikrarkan bersama waktu SMK, tentang janji kita untuk sama sama masuk CABA AL. Tapi kau tahu sendiri kan zauw! Itu tak pernah mungkin untukku, aku tak sesempurna seperti apa yang kau lihat.

Tahukah kau Zuaw? kali ini senyumku merekah! teringat tadi subuh aku mendatangi rumahmu untuk menanyakan dimana kau di pusarakan? Dan tidak pernah aku sangka semua keluargamu memandangku aneh, bagai seorang asing yang tidak pernah mereka kenal sebelumnya. Apalagi ibumu! Padahal ketika masih SMK aku sering menginap di rumahmu karena aku selalu takut menembus alas jati saradan sendirian!

" tidak apa apa ……..!" kata mereka sambil menahan tangis, sudah menjadi alasan klasik antara kau dan aku, mereka mereka jadi mengingatmu ketika mlihat wajahku, alasannya sama seperti yang dahulu dahulu, menurut mereka wajahku mirip dengan wajahmu, maka aku kembali mengenang kala SMK, ketika pak kantin bilang aku sudah bayar, padahal yang bayar itu kamu. Juga anak anak yang selalu bilang kita saudara kembar karena kemana mana kita selalu bersama. Sungguh kenangan indah di SMK Marhadi yang sulit aku lupakan

Setelah ibumu bercerita dengan kalimat kalimat yang mengular bagai gerbong demi gerbong kereta api di stasiun saradan, aku menjelaskan bahwa aku baru mendengar kabar kematianmu. Dan ketika aku mendengar kabar buruk itu dari tinus yang tengah berada di malang, aku langsung bergegas mencari tiket pesawat menuju surabaya. Karena saat itu aku masih berada di Seruyan.

Sungguh aku tidak bisa mendiskripsikan kepedihan ibumu menerima kenyataan ini. Begitupun sedihnya aku, dan samap saat ini aku selalu bertanya pada hembusan angin,

"Zauw…….! Mengapa kau pergi secepat ini? Apakah ini caramu membalasku yang dahulu tiba tiba pergi dari SMK Marhadi di pertengahan semester, tanpa pernah mengabarimu sebelumnya dan kau anggap itu sebagai sebuah penghianatan atas sebuah persahabatan? "

Tapi yang aku sayangkan mengapa kematianmu tidak seperti kematian yang selalu kita impikan dahulu, kematian dengan seragam tentara di medan perang, dan merasakan pelor peluru yang menembus dada itu sebagai sang ridwan yang sengaja datang menjemput kita menuju surga, sungguh kematian yang indah sebagai patriot bangsa.

Zauw! Mengapa kau tak mati di medan perang hingga kau buat bangga aku dan ibumu, mengapa kau mati dengan selimut teka teki yang sulit di pecahkan? Hingga polisi polisi yang sering kau sebut tolol itu masih berusaha mencari penyebab kematianmu! Kau kecelakaan atau dibunuh Zauw….?

Tapi yang jelas aku melihat kegelapan di malam durjana itu!

Jelas sekali bagaimana kebangstan itu menjelma di pucuk pucuk pohon jati yang kedinginan oleh embun. Dan jelas sekali aku melihat kau melaju kencang dengan sepeda motormu di alas jati saradan-petung. Dimana tiba tiba dari dalam kegelapan mencul sebuah truk dari belakangmu, truk itu menatapmu dengan sorot mata penuh dendam, kemudian mengejarmu penuh dendam dan memepetmu hingga kau jatuh dengan penuh dendam pula. Dendampun tak berhenti, truk keparat itu juga melindas kakimu hingga teriakanmu yang teragis itu bersaing dengan derunya yang masih penuh dendam kesumat. Maka disitulah kengerian itu membuncah, raungamu semakin memekakan malam dengan leleran darah yang menggenangi aspal sebelum akhirnya meluber menuju rerumputan sekalipun tanah yang membenci pertumpahan darah dengan acuh menolaknya.

Zauw….!

Tiba tba daun kamboja yang kering namun basah oleh embun tiba tiba menampar wajahku. Sekalipun tidak mampu membuat pipiku memerah namun mampu membangunkan aku dari kebangsatan bayangan berdarah itu.

Berlahan aku usap wajah yang basah dengan sapu tangan merah yang dahulu kau berikan padaku ketika jambore di kresek, akupun kembali memandangi batu nisanmu dan disana tertulis " azar atofani" dan semua orang tahu bahwa ZAUW adalah caraku mengeja kata ZAR, karena semua orangpun tahu jika aku tak bisa mengeja huruf R, karena itu aku kembali terseret pada kedurjanaan malam gelap di alas jati saradan.

Zauw….! Kau masih menggerang kesakitan , menangis berair mata dan berteriak sekuat tenaga, disaat wajah dendam dari dalam truk itu keluar dan mendekatimu dengan sesaji belati tajam di antara jemarinya.

Seketika kau terperangah dan berhenti berteriak, hanya rintihan yang mengiba sinar bulan diantara tirai kabut di batas pagi. Bersama airmatamu yang lebur bersamanya, namun melengket bercampur embun dengan buai mesra sebagai sebuah percumbuan. Tapi, entah sengaja atau tidak sengaja Zauw, kau tak sempat melihat wajah dendam itu tersenyum lebar mendekatimu yang terkap[ar dengan kedua kaki telah remuk dilidas truk yang kini masih terparkir diatas rongsokan motormu yang tak lagi berbentuk.

Wajah dendam itu mengelus elus wajahmu yang masih tampan meski dalam kesakitan. Dalam pandanganmu yang sayu itu lamat lamat kau dapati wajah dendan itu tersenyum pahit dan tentu saja penuh dendam membara, bagai bara api yang membakar seperti puisi puisi kebencian.

Lalu dalam kesayuan itu kau tamatkan siapa wajah dendam itu, maka bibirmnu bergerak gerak merangkai nama "MOUW", tapi wajah dendam itu justru mengecup bibirmu dengan kecupan yang berbaur antara dendam dan cinta, kecupan perman karet dalam kunyahan.

Beberapa menit kemudian gegatan itu lepas, dan wajah dendam masih tersenyum mendapati kau merintih kesakitan mengahrap iba dengan berkali kali menyebut nama Mouw!

Lalu siapa itu Mouw? Mouw adalah iblis berwajah dendam yang memegang belati ditangannya, kemudian menyiset wajahmu dan merusak tahi lalat dipipmu. Hingga terbit sungai darah di wajah kirimu. Samapi kau kembali meraung, berteriak dengan sisa tenaga meski sia-sia. Karena tidak akan ada orang yang datang dengan sedikit rasa iba. Sebab para setan telah menutup telinga mereka, menutup hati mereka, menutup kelamin mereka dengan ibadah zina.

Oh………! Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri ketika wajah dendam itu mencucrup darah dipipimu dan meminumnya, sungguh, betapa segarkah darahmu hingga kau dibiarn tetap merintih kesakitan. Serasa sekarat dengan nyawa yang btak bisa aku terka keberadaanya.

Malam makin larut zauw, dan tetap saja kau belum mati, sebagai tentara kau masih bertahan meski dengan separuh nyawa. Sedang separuhnya lagi telah direnggut oleh si wajah dendam yang berlahan menggerat lehemu hingga darah tak muncrat, sementara kau Zauw? Ah aku tak tega mengatakannya, apalagi ketika si wajah dendam itu kembali kedalam truk kemudian memundurkannya hingga menhilang. Namun tak beberapa lama dia kembali dengan laju yang kencang, dan dengan sejuta kebangsatan, semilyar kedurjanaan, ia melindasmu penuh dendam. Memuncratkan darahmu dipenjuru aspal, remukkan tubuhmu hingga hancur tak lagi berbentuk samapai hilang wajah tampanmu yang dulu menggoda aku yang sahabatmu, sahabat yang tiba tiba tidak normal karena dibuai kesempurnaanmu.

Lalu siap Mouw?

Siapa Mouw sang manusia berhati iblis berwajah dendam? Siapa dia? Siapa………………….?

Asal kalian tahu, aku! Akaulah mouw itu! Mouw sang manusia berhati iblis berwajah dendam yang membunuh orang yang selama ini diam diam dia sayang. Dan aku puas telah meremukkan tubuhmu, meremukkan wajahmu, lalu kenapa aku mesti mrmbinasakanmu Zauw?

Zauw ! aku binasakan kau bukan karena aku cemburu karena selama ini kau lebih sering dicintai gadis gadis daripada aku, sementara aku sendiri mempunyai rasa terhadapmu!

Aku membunuhmu agar aku tak pernah lagi jumpa denganmu. Agar aku tak selamanya menggubah rindu. Dan dengan membinasakanmu aku tak akan pernah lagi mengharap cintamu!

Tapi mengapa dihatiku masih ada kamu Zauw?

0 Reviews:

Posting Komentar