Contact us

Ciuman di Bawah Lumpur


by Awan swarga

Bayu duduk terdiam di bangkunya, tampaknya dia tak lagi perduli pada anak-anak lain dalam kelas ini. Membiarkan saja mereka menghujaminya dengan hinaan dan cemoohan kasar memerahkan telinga, seolah mereka ingin membunuh dia sampai benar benar mati.

Sungguh, dia hanya mampu diam, bertahan dengan tubuh kaku menggigil namun keringat deras yang justru membasahi seragam putihnya.

" Tuhan..! sampai kapan aku mampu bertahan?"

Dia bertanya pada tuhan yang ia sanksikan, apakah tuhan mendengar pertanyaannya itu.? Adakalanya dia juga berfikir jika tuhan itu mendengar namun pura-pura tak mendengar karena tak sudi menolongnya.

Berlahan telapak tangan bayu menyapu keringat yang keluar dari pori-pori wajah tampannya. Sepertinya ia ingin berteriak tapi ia tak kuasa mendengar gela tawa hina yang merendahkan dirinya.

" santy,, lihat cowok kamu! Masa dia datang ke sekolah dengan garnisun!

Kaya narapidana yang mau di angkut kepenjara aja!"

Agus melirik wajah santy yang tersenyum mengejek bayu

" aku akan fikir fikir dulu deh, apa dia tetep jadi cowoku atau enggak...!"

Santy melengos acuh seolah tidak mau melihat tampang cowok yang sebelumnya pernah ia puja sebagai pangeran hati dalam hidupnya sambil mengoles lip ice di bibir cantikknya. Maka hati bayu makin hancur seperti debu yang melayang di hempas angin truk sampai terbenam ke dalam lumpur biadab yang telah menghancurkan hidupnya, selain menenggelamkan rumahnya di perumtas, lumpur durjana itu juga telah merenggut ayahnya di malam bangsat itu

Kala itu malam menghening, seperti biasa jalan tol gempol-porong di rambati kendaraan bermotor, salah satunya ayah bayu yang pulang dari probolinggo. Sementara angin malam berhenbus pelan menerpa debu-debu yang memadati tanggul lumpur, di kejauhan asap pusat semburan lumpur masih tebal menyembur bagaikan gunung berapi, asap itu makin meninggi hingga seperti menggapai langit dan berpasang pasang mata yang melintas tampak mengamati penuh kekaguman, tapi..

" DUAR......................................................................................"

Suara ledakan dari pipa gas pertamina menyeruak memecahkan keheningan malam nan panas, api bergelora memerah bagai bom atom yang meledak menghancurkan tanggul lumpur, seketika lumpur panas meluber dan membanjiri jalan yang sarat kendaraan, termasuk diantaranya motor ayah bayu yang terjebak diantara padatnya kendaraan dan luberan lumpur yamg makin membanjir deras tak kenal ampun. Bagaikan lava gunung berapi yang semakin membenamkan tubuhnya hingga melepuh kemudian menghanyutkan tubuh dan nyawanya

Seketika bayu menghentikan lamunannya , suara dehem pak abdul, seorang guru bahasa inggris yang baru saja masuk kelas itu mengusik kekusyukan lamun tak berarti namun sulit untuk di hapus dari bena yang mulai keruh sekeruh luberan lumpur menggenang di tanggul pengendali.

***

Angin mendesir pelan menyibak dedaunan yang berguguran dari dahannya, seiring celana abu abu bayu melangkah pelan menemani sepatu hitam kusam di balut debu. Matanya begitu gamang menatap garnisun yang terparkir nenantinya dan teman-temannya di depan gapura sekolah.

Dalam kekosongan fikiran bayu menghilang diterpa angin dan tenggelam di teriknya matahari siang, sayu sayu terdengar suara santi memanggil dari belakang , mungkin tak tahu atau pura pura tak mendengar bayu terus berlalu bagai tak perduli tanpa menengok kebelakang sekalipun suara itu makin jelas bersama detak sepatu yang makin mendekat.

" bayu tunggu...."

Pinta santy seraya melingkari jemarinya kepergelangan bayu, seolah takut jika bayu kabur meninggalkan dia sebelum sempat bicara. Dan dengan wajah cuek bayu menatap wajah santy yang tampak terengah engah

" yu...! maafkan aku tentang masalah tadi, aku gak bermaksud melukaimu"

" aku gak terluka!" seru bayu sederhana menskak ucapan santy

" yu sebenarnya aku masih sayang sama kamu". jemari santy mekin erat melingkari pergelangan bayu

" jadi begitu caramu menyanyangi aku? aku kecewa san.........!"

Teriak bayu sambil menghempaskan tangan santy yang sedari tadi melingkari pergelangan tangannya, wajahnya penuh amarah, memerah bagai termandikan darah seraya menatap santy yang mulai canggung karena ia tak pernah melihat bayu berteriak sekasar itubpadanya

" mestinya kamu sadar bayu...! kamu tak seperti dulu lagi, aku harus mulai belajar mencintaimu dengan keadaanmu sekarang..........."

" dan kamu malu dengan keadaanku sakarang, sebaiknya kamu lupakan aku agar kamu tak tertimpa sial seperti aku, kamu malukan punya cowok sepert aku?"

Ujar bayu kasar yang membuat santy lari menjauh tanpa menjawab lagi pernyataan bayu. Namun sepertinya bayu tak butuh jawaban santy karena sudah mampu ditebak oleh desir angin panas yang meraba wajah bayu.

***

Mata mata manusia belum berhenti menatap kegaduhan yang telah berlalu beberapa saat lalu, mungkin di ayal mereka masih terlintas ketika suara berteriak lantang saling menyalahkan antara bayu dan ayu kakak perempuannya

Dan sekarang pertikaian antara dua insan manusia itu telah berakhir, namunpergunjingan dalam kompleks penampungan pasar baru porong belum jua terhenti, bahkan justru makin menjadi seperti hujan beriringan jatuh bergemericik sekalipun halilintar tak lagi terdengar. Sementara bayu dan ibunya hanya bisa terdiam menndengar bisi-bisik pergubjuangan yang menusuk bagai timah panas terbakar oileh api, air matanya mengalir menerjuni dua belah pipinya sampai jatuh merembes di kaos distro merahnya, yang merah semerah darah mengalir di gemuruh pepoerangan.

***

Sepotong bulan separuh remang remang mengintip dari balik kabut dengan raut muka yang tampak letih, cahaya yang gamang itu berusaha menembus keramaian jalan-jalan di kota sidoarjo. Ketika cahaya lampu kendaraan bersinar menghiasi panasnya udara kota oleh sesak asap knalpot yang mengepul dari kendaraan yang berjejalan di punggung aspal.

"tinn.......................nn......................nn............................."

Bunyi klaksonj berteriak lantang meriuhkan suasana yang begitu berisik

" brengsek, nyebrang lihat lihat goblok...........!"

Ucapan kotor mengudara dari bibir seorang pengendara APV yang mengerim mendadak karena menghindari bayu yang menyebrang jalan.

Sementara bayu yang hampir ditabraknya hanya diam tak berkata apa-apa, sekedar sedikit melirik kearah pengendara mobil tersebut, dalam pandangan anehnya bayu begitu terkejut menadapati ayu kakaknya duduk disamping lelaki yang hampir menabraknya tadi, di lihatnya ayu berpakaian begitu minim penoh pesona nan menggoda. Tapi dengan acuh dan seolah tak kenal bayu segera berlalu tanpa menengok lagi kakaknya bersama lelaki seumuran ayahnya yang mungkin adalah teman kencan ayu malam ini.

Sesaat angin berhembus melintasi wajah bayu yang begitu gerah, gerah tubuh juga pikirannya, dan sesekali suara klakson kembali menyeruak mengusik sebentar kehiruk pikukan itu

Dalam diamnya bayu berjalan terghesa menginjak lantai pafling trotoar di depan barisan ruko menatapnya aneh. Sepertinya ruko ruko itu ingin tahu apa yang di sembunyikan di balik jaket coklat bayu, karena bayu begitu merahasiakannya dengan terus memegang erat seolah pekatnya malampun dan redupnya lampu menggantung di atas pohon pohon beringin tak layak untuk mengetahuinya. Namun bayu nampaknya semakin tak perdulim saja dengan apa yang ia bawa tapi dia malah melamuni pertengkaran dengan kakaknya siang tadi.

" maafkan aku bu...! aku tak bermaksud membuatmu menangis...!"

Bayu mengusap keringat dibahunya sambil sedikit menyesali pertengakaran siang tadi. Entah siapa yang memulai pertengkaran itu, hingga memebesar sampai terdengar seperti sebuah sandiwara yang disaksikan oleh orang orang di seantero pasar, ia sadar bahwa sekarang ini kakaknya telah menjadi pelacur yang menjual tubuhnya hanya demi lembaran rupiah. Hal inilah yang menyulut api pergunjingan hingga asapnya menyusup di telinga ibunya yang sungguh tiada mengerti dan mengakibatkan dia kini di rawat di Rumah Sakit Bayangkara Sidoarjo karena seranghan jantung.

Tampak bulan telah benar benar letih dan semakin menghilang di telan kabut, sementara punggung jalan masih dipadati kendaraaan dengan deru kesombongannya mengusi malam yang semestinya penuh keheningan. Dan tubuh bayu yang terbungkus jacket coklat berstelan jeans biru itu ikut menghilang kedalam kegelapan sebuah gang yang sepi bagai kompleks pekuburan. Hanya sekedar bolam kecil menggantung lemah berusah memberi secerca cahaya kemerah merahan. Berlahan sandal slop bayu bagai mendesir bdi tanah berpasir, matanya menatap tajam tiga orang berdiri tersandar pada tembok gedung dengan bata merah, satu diantara mereka berbadan tinggi besar sedang lainnya tampak biasa saja, bahkan tampak lebih ramah.

Bayu berjalan sedikit canggung, langkahnya melambat mendekati lelaki yang mungkin menunggu sedari tadi. Sesekali tangannya memegangi buntelan di saku dalam jaketnya.

" mana barang bos........?"

Tanya salah satu orang itu sambil memmbuang puntung rokok begitu bayu telah mendekatinya. Dan dengan agak gemetar dan wajah meredup bagai cahaya merah lampu bolam bayu menyerahkan bungkusan tersebut.

"ini mas,,,,,!" ujarnya lirih

" santai saja....! gak usah canggung! Kita semua teman kamu kok.......1"

Seru salah satu orang yang lain sambil tersenyum mengerti keadaan bayu, karena masih tampak begitu polos untuk menjadi anggonta sindikat pengedar narkoba seperti dirinya.

***

Burung malam terbang melayang seolah menari lemah gemulai di panasnya udara malam. Terasa gelap gulita jalan yang sepi bagai sebuah kematian di antara rumah yang terdiam tanpa sedikit menyapa bayu bersama kegontaiannya.

" demi tuhan aku tak bermaksud berbuat dosa'

Desah bayu disambut hembusan angin menghemp[as tubuh panas kegarahan bersama daun daun berguguran di atas aspal berlubang.

" sesungguhnya aku ingin membayar biaya [perawatan ibu dengan uangku sendiri, bukan dari hasil pelacuran kakak, sekalipun kedua duanya haram!"

Sambil berjalan sedikit gontai bayu meremas remas rambut hitam yang terbenam malam dengan tangannya yang gemetaran dan mata berkaca kaca seolah langit yang akan segera turun hujan dan menumpahkan setitik bening sebening embun yang mulai menyelimuti batas malam di kesepian tanpa sepotong cahaya. Hanya seredup lampu perumahan yang begitu pelit untuk sekedar memberi sinar bagi bayu yang kegelapan baik raga maupun hatinya di saat ini.

" tuhan selama ini aku jauh darimu! Dan aku baru teringat padamu ketika kepedihan ini melanda hidupku yang termanja oleh kesombongan. Namun kini kini tiada lagi kebanggaan yang patut aku sombongkan. Kini hanylah kejatuhanku yang terlampau dalam untuk kembali memanjat keatas...!"

Berlahan air mata benar benar berlinang menerjuni dua belah pipinya. Menangisi kenyataan hidup yang telah berputar seratus delapan puluh derajat dan menjauhkannya dari kebanggan semu selama ini ia sombongkan dihadapan semua orang.

***

Suasana hening tampak meresapi segala kesedihan, tangis itu pecah, mengalir deras dari kelopak mata yang sayu menatap seorang ibu berbaring tanpa nyawa dengan berselimut kain putih . matanya tertutup, bibirnya membiru , wakjahnya memucat seolah ingin meyakinkan pada bayu dan ayu yang menangis terisak di sampingnya bahwa nyawa dan raga itu telah berpisah.

Rela ataupun tak rela bayu dan bayu harus merelakan seorang manusia yang selama ini mempersembahkan kasih sayang dan kebahagiaan bagi mereka. Sampai mereka terlelap dan terbuai menikmati hidup hingga akhirnya lumpur jahanam itu tiba tiba muncul memporak porandakan kebahagiaan yang lama tercipta. Yaitu nkebahagiaan sebuah keluarga yang kiranya akan segera menjadi kenangan dan mimpi lama tanpa akan menjelma nyata ketika mandadak ayahnya direnggut kekejaman maka kepedihan ini lengkap sudah kala seonggok tubuh rapuh seorang ibu itu di renggut pula. Dibawa pulang kenegeri jauh entah dimana letakknya.

" nasi telah menjadi bubur, semua telah berakhir karena memang harus berakhir"

Ayu membelai rambut adiknya berlahan, lantas menatap dua polisi yang menjaga didepan pintu kamar. Mungkin ia sadar jika waktunya disini tak akan lama lagi untuk sekedar membelai dan memberi kasih bagfai seorang ibu pada adik satu satunya. Sebab ia haruis mempertanggug jawabkan perbuatanya semalam, enatah dirasuki setan apa dia hingga dia tega membunuh teman kencannya yang semalam tak sengaja bertemu bayu.

Air mata ayu makin deras mengalir membanjiri pipi merah namun sedikit kusam oleh hempoasan badai debu, sepertinya dia begitu menyesali perbuatan yang telah ia lakukan sekalipun itu terlanjur terjadi. Dalam hatinya seperti merasa bahwasanya semua telah menakdir sementara takdir sangat tabu untu di salahkan

***

Air mata masih menetes dari kelopak mata bayu yang sepertinya sudah mualai merasakan lelahnya. Dalam dinginnya gerismis sore hari bayu terdiam memeluk erat batu nisan yang tertancap di kepala pusar ibunya. Dan ia hanya mampu merasai perihnya hidup tanpa orang oranmg terkasih ada disisi yang telah pergi satu persatu meninggalkan kesendirian untukknya

" ibu, ayah, mengapa kalian pergi? Membiarkan bayu sendirian tanpa ada teman dalam kehancuran ini?"

Semakin erat bayu memeluk nisan seperti dia telah memeluk erat tubuh ibunya yang sekarang telah hilang, mati atau disebut binasa.

Angin berhembus, meniup niup telinga bayu seolah berbisik padanya untu menengok sejauh mana kakaknya berjalan bersama kawalan ketat polisi meninggalkan areal pemakaman. Seiring hujan yang makin deras membasahi tubuh bayu bersamam kelemasan seolah hampir mati, akhirnya bayu menegok kakaknya yang digelandang keatas mobil polisi.

"mengapa rasa itu baru muncul ketika semua telah berakhir"

Bayu membiarkan butiran butiran air mata di pipi tergerus derasnya hujan diserati kilat lengkap dengan sepaket petir menyambar nyambar bagai ingin membelah dunia yang kini di huni sekukmpulan makhluk penuh dosa dan nista.

Di bola mata bayu yang hitam tampaklah mobil polisi berlalu, meninggalkan dia sendirian sertta membawa kakaknya, ayu untuk di penjarakan. Sungguh hidup itu terasa begitu ingin membunuhnya yang kini menggigil kedinginan terhujani derasnya air dan kencangnya angin yang hempaskan tubuhnya jauh kedalam kejatuhan.

***

Angin kecil bertiup manja menerbangkan debu debu di atas tanggul lumpur yang mulai retak tertekan luberan lumpur. Dari kejauhan tampak pusat semburan lumpur panas mengepulkan asap membumbung tinggi samapai menyentuh langit mendung. Menggantung bersama awan namun tak segera turun hujan.

Di situlah bayu duduk termenung, menatap kosong pusat semburan lumpur biadab yang telah menghancurkan kehidupannya hingga seperti saat ini. Dalam kekosongan hati dan perasaan ia merasai panasnya yanmg menambah kegerahan kala mendung menggumpal menyelimuti hampir seluruh penjuru langit yang semestinya terik.

Meski mengenakan seragam putih abu abu, hari ini bayu membolos sekolah. Bahkan dengan seragamnya itu dia tak menginjak sejengkal tanahpun di sekolah. Dan mulai dari sekarang diam telah memutuskan bahwa dia tak akan meneruskan sekolahnya lagi. Mungkin dia telah terlampau malu pada teman temannya atau mungkin karena ia tak sudi lagi mencicipi basa basi pelajaran di sekolah.

Dalam perasaan yang seperti seperti ingin mati dengan menatap BPLS bekerja menyedot luberan lumpur untu di buang ke kali porong, tiba tiba ia merasa ada satu tangan yang meraba pundaknya. Seketika bayu menegoknya, ia ingin tahu siapa yang ada di belakannya. Dan iapun mendapati seorang santy berdiri tersenyum simpul di tiup hembusan angin yang melambai lambaikan rambut panjang hingga aroma wangi shampo selsun mengisi bagian dari mudara yang di serbu wangi kepedihan lumpur lapindo.

" santy ! mengapa kamu kemari?"

Tanya bqayu seperti tak percaya

" aku sengaja bolos untu mencari kamu, eh ternyata kamu di sini....!"

Ujar Santy sambil duduk di samping bayu seolah ingin menikmati pemandangan menyedihkan tersebut.

" untuk apa kamu mencari aku?"

" karena aku sadar, ternyata aku sayang sama kamu, akhir akhir ini aku memang terlalu gengsi untuk menagkuinya, namun sekarang aku tak lagi perduli apa kata orang"

Santy tersenyum sambil sesekali merapikan rambut indah itu menutupi wajah eloknya.

" apa kamu yakin sayang sama aku?"

" bayu..........! aku yakin, sangat yakin! Aku rela berbuat apapun untuk membuktikan jika aku benar benar sayang sama kamu!"

Santy berusaha meyakinkan bayu dengan ekspresi penuh keseriusan.

" santy, apa kamu mau mati bersama aku yang tak punya arti lagi di dunia ini?”

Tanya bayu sekali lagi sambil menatap santy penuh iba, entah kenapa. Sementara santy langsung memeluk tubuh erat bayu takut dia benar benar akan mati meninggalkannya, bayu membelai tubuh bayu dalam pelukannya seraya berbisik:

" jika itu bisa meyakinkanmu bahwa aku benar benar sayang padamu, aku rela bayu!"

***

Sekali lagi angin berhembus menerbangkan debu hingga jauh pergi lalu menghilang, luberan lumpur terlihat bagai ombak mendebur di tepi pantai. Namun baunya menyimpulkan sebuah kesedihan mendalam tak mampu berubah menjadi kesegaran aroma pantai yang menyejukan hati.

Kala matahari mulai tampak memancarkan sinarnya setelah sekian lama bersembunyi di balik mendung kelam sekelam lumpur hitam yang tak henti meluber, tangan bayu dan tangan ayu begitu erat bergandengan. Berdiri tegak di atas tanggul seraya menatap asap pusat semburan lumpur masih membumbung tingggi menghitamkan langit dan nasib orang orang tak berdosa karena keserekahan sekelompok manusia.

Senyum merekah dari dua bibir yang merah semerah darah yang pernah mengalir bagai anak sungai. Mata saling menatap seolah ada sejurus keyakinan. Sedang angin berhembus begitu kencang karena mungklin sadar bahwa ini belaian terakhir untuk dua anak manusia yang berdiri menantangnya.

" demi kehidupan yang jahanam dan merenggut kebahagiaan hingga aku tak berdaya!"

Ujar bayu begitu lantang menantang langit, dan disusul teriakan santy

" demi cinta yang tak pernah mati,,"

Santy mengecup bibir bayu begitu mesra sementara angin berhembus lagi menerpa debu hingga melayang layang seolah mendorong dua sijoli itu terjatuh dalam debur ombak lumpur bersama ciman yang tenggelam dibawah lumpur, terbenam dan benar benar menghilang dalam kekeruhan yang panas, melepuhkan kulit meremukkan tulang.

Akhirnya mereka dan ciuman terakhir itu benar telah tiada lagi, di telan lumpur yang keruh sekeruh nasib bayu dan sebodoh nalar santy yang rela berkorban demi cinta. Dalam keheningan dan desiran angin yang tersisa hanyalah secarik kertas terhemnpas, teromabag ambing di antara debu debu beterbengan menyesakkan, sementara sebuah tas wanita merah muda hanya bisa diam seolah mengamati secarik kertas bertuliskan:

Dear semua umat manusia

Jangan sampai kalian terbuai keserakahan bila tak mau membunuh dirimu dan orang orang dekatmu bahkan orang tak berdosa yang tak mengenal dirimu sekalipun.

Maafkan kami tuhan

Bukan maksud mendahului kodratmu, tapi sungguh aku tak mampu. Dan bila hukuman menunggu kami, maka hukumlah diriku saja, karena dia hanya wanita polos berhati mulia semulia intan yang berkilauan bagai matahari senja.

Tuhan dengan cintamu aku hidup, dan dengan cintamu pula aku berharap akan mengantar kepergianku keperaduanmu. Akan ku biarkan kepedihan dunia dalam satu nestapa yang mati bersamaku bukan lagi untuk di sisakan yang lain. Biarlah mereka bahagia.

Tuhan, ku harap Kau menungguku meski dengan siksa yang akan meremukkan tubuh dan tulang tulangku. Tapi biarkan aku menikmati ciuman terakhirku di bawah lumpur.

Seorang manusia penuh dosa

1 Review:

  1. oke bagus guys...lanjutkan karyamu, , , visit back======>
    http://xtremetuitz.blogspot.com

    BalasHapus